Mari membaca, mari menulis dengan jujur, mari kita menyebarkan ilmu pengetahuan.. LETS START >>>

Wednesday 4 September 2013

Cerbung: Aku dan Mereka Saat di Kairo bag.13: Berjuang di tengah Penderitaan!!!!

Aku yang kaget saat mendengar suara Farhan, langsung loncat dan menghindar dari tembakan peluru tersebut. Tapi tenyata, peluru tersebut seperti sudah mempunyai sensor pengendali. Sehingga, biarpun aku berpindah tempat, ia akan tetap mengejarku. Dan akhirnya…

“Farhaaan……!!!!”.Aku teriak melihatnya terjatuh di hadapanku karena tembakan tersebut. Untuk yang kedua kalinya, orang tersebut berniat untuk menembakkan peluru-pelurunya kepada kami lagi. Dan akupun segera menggendong Farhan di pundakku, dan berlari mencari tempat persembunyian untuk menghindari orang tersebut.

Aku berlari sekuat tenagaku. Menghindar dari tembakkan dan kejaran orang tersebut. Hingga akhirnya, akupun berhasil bersembunyi di sebuah reruntuhan bangunan tua. Akupun segera masuk kedalamnya dan membaringkan Farhan disana.

“Farhan, ayo sadarlah… Ya Allah, bagaimana ini…”.Kataku sambil menangis melihat wajahnya yang pucat dan tidak sadar-sadar. Aku pun segera menggulung lengan bajunya yang bersimbah darah tersebut dan mengambil peluru yang bersarang tepat di lengan atasnya. Tetapi, itu sangat sulit bagiku. Karena aku tidak berpengalaman dalam bidang medis. Jadi, aku tetap tidak dapat mengambil peluru tersebut.

Hingga dua jam berlalu, ia masih juga belum sadar. Dan dalam dua jam tersebut, aku diliputi rasa kesedihan dan bersalah.

“Aku sangat-sangat merasa bersalah, mengapa aku membiarkan Farhan melindungiku kala itu. Seandainya Ia tidak melindungiku, biarlah aku yang mati dalam tembakan itu, dan membiarkannya lari sejauh mungkin.” Kata-kataku membuatku menjadi lebih putus asa.

“Raga, tidak mungkin aku akan membiarkanmu ditembak orang itu sewaktu kamu menghindar tadi. Aku saja merasa, gerakanku tadi seperti refleks. Dan aku menganggap, gerakan itu berasal dari naluriku untuk melindungi seorang sahabatku, yaitu kamu Raga. Itulah artinya sahabat, saling melindungi.”Kata-kata Farhan tiba-tiba mengagetkanku. Aku seolah bermimpi sewaktu melihatnya  telah sadar, dan ternyata Ia memang benar-benar sadar. Akupun semakin sedih dan terharu di buatnya.

“Ayo Raga, kita cari korban lainnya lagi. Dan, terima kasih ya untuk perban yang telah kamu pasangkan di tanganku ini.”Kata Farhan dengan santainya. Aku masih terdiam, mengapa dia sangat tahan sekali dengan rasa sakit yang dideritanya itu. Ia memang seorang Pejuang di tengah penderitaannya. Aku semakin kagum terhadapnya.

“Farhan, bukannya aku menolak. Tetapi, sebaiknya kita kembali saja ke pos dulu. Di sini masih bahaya. Aku takut, jika kita berdua nanti bertemu orang itu lagi. Kita lanjutkan perjalanan besok saja. Oke”. Aku berusaha membujuk Farhan, walaupun akhirnya ia mau dengan wajah terpaksa.

Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, kami pun sampai di Pos. Kulihat di sana sudah banyak korban yang di temukan oleh maha siswa lainnya. Aku pun segera mengantarkan Farhan kepada mahasiswa medis untuk segera mengobatinya. Setelah itu, aku menunggunya dengan duduk-duduk di perkemahan depan sambil mendirikan api unggun. Akupun termenung dalam istirahatku tersebut.

Tiba-tiba, Jauhar menghubungiku lagi. Akupun segera mengangkatnya.

“Raga, apa kau baik-baik saja?? bagaimana dengan Farhan??”

Saat Jauhar bertanya, aku pun bingung ingin menjawab apa. tetapi, setelah itu, aku memberanikan diri untuk menjawabnya.

“Se..se…sebenarnya,…”karena tidak sanggup berbicara, aku langsung mematikan jaringannya. Setelah itu, datanglah seorang mahasiswa lainnya kepadaku dan dia duduk di sebelahku.

[Dalam bahasa arab] ”Assalamu’alaikum, Raga, ada apa denganmu??”

[Dalam Bahasa Arab] “Wa’alaikumsalam.., aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa bersalah kepada seseorang karena tindakan bodohku.”Kataku dengan penuh kesedihan.

“Jika boleh tahu, memang.. telah terjadi peristiwa apa yang membuatmu sampai sedih begini.”Katanya mencoba untuk menghiburku. Aku hanya terdiam, dan tidak bisa menjelaskan kepadanya.

“Tidak apa-apa jika kau tidak mau memberi tahu kepadaku. Aku sangat mengerti perasaanmu.”Katanya dengan tulus “Ya sudah, untuk menenangkan dan menjernihkan pikiranmu, minum teh hangat dulu..”Sambil memberikannya kepada ku.

“Terima kasih ya Ahmed. maafkan aku, aku tidak dapat menceritakan apa yang ada dalam isi hatiku.”Kataku kepadanya.

“Oh, itu tidak masalah. Aku mengerti perasaanmu. Aku hanya ingin berpesan kepadamu, jangan lupa selalu berdzikir kepada Allah. Karena, itu dapat membuatmu merasa tenang. Bayangkanlah, engkau senantiasa berada di sisi-Nya.”Katanya mencoba menenangkanku.

“Aku sangat berterima kasih banyak kepadamu. Sekarang, aku dapat sedikit lebih tenang.”Kataku kepadanya.

Setelah lama berbicara, akhirnya langit terlihat mendung. Dan pada waktu itu pula hujan pun langsung turun. Kami semua yang melihatnya mengucap ‘Alhamdulillah’. Ini merupakan suatu berkah yang sangat luar biasa dari Allah swt., sebab, sudah 1 bulan Kota Kairo tidak diguyur hujan.

Akupun menampung air hujan dengan beberapa ember yang kupasang didepan tenda perkemahan, untuk persediaan air minum jika suatu saat persediaan air minum kami habis. Setelah itupun aku masuk kedalam tenda kemah.

Dengan derasnya hujan, dan ditambah dengan gelapnya malam, ini membuat suasana semakin terasa sekali. Hanya ditemani lilin dan secarik kertas, akupun mulai menulis. Aku menulis seluruh perasaan yang aku rasakan hari ini. Tiba-tiba, aku teringat akan kedua orang tuaku yang sudah tiada. Seketika akupun langsung ingin menangis, tetapi aku mencoba menahannya. Akan lebih baik jika aku mendo’akan mereka berdua, semoga keduanya selalu berada di sisi-Nya.

Setelah banyak menulis, akupun mengakhirinya. Kurebahkan tubuhku di atas karpet kecil di dalam tenda, mencoba untuk tidur dan menenangkan diri. Akupun akhirnya tertidur, di temani dengan sebatang lilin, dan derasnya suara hujan yang mengguyur kota Kairo.

*****

tiga setengah jam kemudian, akupun bangun dari tidur lelapku. Setelah itu, aku mengambil air wudhu, dan melaksanakan shalat Tahajjud tepat pada pukul 03.50 dini hari. Saat itu, hujan masih mengguyur dengan derasnya. Aku merasa, shalat Tahajjud kali ini merasa sangat khidmat dan sangat spesial sekali. Aku sangat bahagia, sekaligus terharu. Aku seperti merasakan adanya getaran spiritual yang sangat berbeda dari biasanya. Aku seperti bisa berkontak batin dengan Allah swt. Sungguh, banyak do’a yang ku panjatkan pada saat itu. Termasuk do’a kepada kedua orang tuaku, do’a agar kesuksesanku menjadi seorang Ilmuwan Muslim Astronomi dan penulis tercapai, dan tidak lupa.. kesembuhan Farhan.

Sambil menunggu waktu subuh, akupun keluar dari tenda dan menuju tenda pengobatan di seberang. dengan menggunakan jas hujan, aku melewati guyuran hujan dengan perlahan. Ketika sudah sampai disana, akupun langsung mendatangi Farhan. Aku melihat farhan saat itu masih terbaring lemah. Akupun bertanya pada salah satu mahasiswa lainnya.

[Dalam Bahasa Arab] “Alif, bagaiman?? apakah Farhan baik-baik saja??”

“Tenang saja, tadi aku sudah mengambil peluru yang berarang di lengannya. Sekarang, kondisinya sudah membaik. Tetapi untuk sementara, ia tidak boleh beraktivitas terlalu banyak. Ini karena ia menderita anemia. Mungkin, ia menderita anemia karena darahnya mengalir terus-meneru dari lengannya pada saat kejadian itu. jadi untuk sementara, kau melakukan tugas pengevakuasian korban bersama dengan Ahmed.”

“Oke, saya siap. Tapi, saya ingin menitipkan sebuah surat ini. Tolong, berikan kepadanya jika ia nanti sadar.”pesanku kepada Alif.

“Oke, nanti akan ku sampaikan.”

Setelah saling mengucap salam, akupun kembali lagi ke tendaku untuk melaksanakan shalat subuh. Saat itu, huja sudah mulai reda. Dan pagi haripun disambut dengan matahari yang cerah..
BERSAMBUNG

2013-08-26_175452
Share:

0 comments:

Post a Comment

Kritik & Saran Anda sangat Saya Butuhkan.. Silahkan berkomentar dengan Bahasa yang Sopan. Komentar tidak boleh mengandung unsur pornografi, atau link hidup. Terima kasih.

Daftar Pengunjung

Flag Counter